MATERI
A.
Pengertian Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai
suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum
(rangkaian kesatuan) status sosial. Definisi ini memberitahukan bahwa dalam
masyarakat terdapat orang-orang yang secara sendidi-sendidi atau bersama-sama
memiliki kedudukan sosial yang kurang lebih sama. Mereka yang memiliki
kedudukan kurang lebih sama akan berada pada suatu lapisan yang kurang lebih
sama pula.
Kelas sosial didefinisikan sebagai
pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda
sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama,
dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih
rendah. Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar
dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas
sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang
lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka.
B. Hubungan
Bahasa Dengan Konteks Sosial
Manusia adalah mahkluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan terbentuknya berbagai bahasa di dunia yang memiliki
ciri-ciri yang unik yang menyebabkannya berbeda dengan bahasa lainnya.
Hubungan antara bahasa dengan
konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah bahagian
linguistik yang berhubung kait dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya.
Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung kait dengan bidang
sain sosial seperti Antropologi seperti sistem kerabat (Antropologi) bisa juga
melibatkan geografi dan sosiologi serta psychologi sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa
Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi
bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk
membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta
fungsi imajinatif yaitu untuk meneroka alam fantasi serta fungsi emosi seperti
untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi.
Perkembangan bahasa yang selari dengan
perkembangan kehidupan manusia di abad modern menunjukkan fenomena yang
berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat pergaulan
tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa seperti jargon dan argot. Manusia
tanpa komunikasi akan menjadi hampa. Bagaimana manusia berkomunikasi dan
bersosialisasi satu sama lain jika tidak ada bahasa. Bahasa itu dinamis,
maksudnya bahasa juga ikut berubah seiring dengan perubahan waktu.
- Banjamin Lee Worf mengemukakan, bahwa manusia terkungkung oleh bahasa. Bahasa mempengaruhi pandangan hidup mereka. Mereka tidak dapat berpikir kecuali dalam bahasanya.
- Sebenarnya pandangan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari pendapat guru Whorf, yakni Edward Sapir.
- Sapir berpendapat bahwa masyarakat yang berbeda bahasanya boleh dikatakan hidup dalam dunia realitas yang berbeda, dalam arti bahwa bahasa mempengaruhi caraberpikir masyarakat.
- Dengan kata lain, bahasa mempengaruhi cara bagaimana masyarakat melihat dunia sekelilingnya. Pandanganmereka kemudian terkenal dengan nama Hipotesis Sapir-Whorf.
- Hipotesis Sapir-Whorf mengatakan bahwa bahasa milik suatu bangsa menentukan pandangannya terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya.
Namun pada kenyataannya, yang dapat
diterima adalah sebaliknya, yaitu masyarakatlah yang mempengaruhi bahasa.
Karena:
·
Banyak
contoh yang menunjukkan bahwa lingkungan dalam suatu masyarakat dicerminkan
dalam bahasanya, terutama dalam leksikonnya.
·
Penilaian
yang diberikan masyarakat pada suatuhal dapat mempengaruhi bahasa. Hal ini
dapat terlihat pada gejala bahasa yang tabu untuk dibicarakan
1.
Keterkaitan bahasa dengan kelas sosial
Kelas Sosial adalah perbedaan
hierarkis (stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalammasyarakat
atau budaya (wikipedia). Menurut Barger: kelas sosial adalah stratifikasi
sosial menurut ekonomi.
Kelas sosial (sosial class) mengacu
kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang
kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan
sebagainya. Sebagai contoh:
- Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri, dia juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik”.
- Dan jika pula si A adalah seorang guru yang suaminya seorang pejabat. Jika dia seorang guru PNS, dia masuk ke dalam kelas pegawai negeri dan juga masuk ke dalam kelas istri pejabat. Ketika dia berkomunikasi dengan sesama PNS, bahasa yang digunakannya akan berbeda ketika dia berkomunikasi dengan teman-temannya sesama istri pejabat.
a. Ragam
bahasa kelas sosial
Khususnya
Indonesia kelas sosial sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi.
Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Salah satunya Ragam bahasa mereka dapat
dikenali dari segi lafal mereka. Contoh: akhiran –kan yang dilafalkan –ken.
Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat
manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.
b. Kelas
sosial dan ragam baku
Ada kaidah yang baku dalam bahasa
Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga tunggal (she, he, it),
predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan penelitian
apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian
diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris).
Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:
Ø Kelas
Menengah Tinggi (KMT)
Ø Kelas
Menengah Atas (KMA)
Ø Kelas
pekerja (buruh) menengah (KPM)
Ø Kelas
pekerja bawah (KPB)
c. Peranan
Labov
Tahun 1966, William Labov
menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New York, berjudul
The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa
Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan
sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov
memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan
metode pengukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode sampling.
Labov, dalam penelitiannya
membuktikan bahwa seseorang individu dari kelas sosial tertentu, umur tertentu,
jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu sekian kali
dalam suatu situasi tertentu. Selanjutnya Bernstein mengemukakan anggapan dasar
tentang dua ragam bahasa penutur yang disebut kode terurai/elaborated code
(cenderung digunakan dalam situasi formal) dan kode terbatas/restricted code
(cenderung digunakan dalam situasi informal). Karena pada proses pendidikan kode
terurai lebih sering digunakan, penutur yang terbiasa menggunakan kode terbatas
(contohnya kelas buruh) akan mengalami kesulitan dan berpengaruh pada daya
kognisi (atau hasil belajar).
Ketika Sapir-Whorf menyatakan
“pandangan manusia tentang lingkungannya dapat ditentukan oleh bahasanya”,
pendapat ini mendapat beberapa bukti sanggahan yaitu: lingkungan fisik tempat
suatu masyarakat hidup dapat dicerminkan dalam bahasanya; lingkungan sosial
dapat juga dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh pada struktur
kosakata; adanya lapisan-lapisan masyarakat feodal dan kasta yang menimbulkan
pengaruh dalam bahasa; di samping lingkungan dan struktur sosial, nilai-nilai
masyarakat dapat pula berpengaruh pada bahasa masyarakat itu.
Sebagian besar masyarakat Indonesia
adalah masyarakat kelas menengah-ke bawah yang terdiri dari berbagai kalangan,
antara lain pedagang, pekerja, buruh, pegawai kelas rendahan. Dalam masyarakat
juga sering ditemukan pembedaan terhadap kaum terdidik (orang-orang yang
menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi) dan tidak terdidik
(umumnya hanya mengenyam pendidikan hingga jenjang pendidikan SD—SMP) yang
menjadi mayoritas masyarakat Indonesia. Kebanyakan dari mereka menggunakan
ragam umum dalam percakapan sehari-hari. Seperti yang kita ketahui bahwa
biasanya kosa kata dalam ragam umum sangat sedikit mengandung ragam baku. Dalam
buku ini disebutkan bahwa semakin rendah kelas sosialnya, semakin banyak
pemakaian bentuk nonbaku.
Gejala lain yang timbul adalah
bahasa Jawa mengenal tiga tingkat berbahasa yang penggunaannya berdasarkan pada
siapa lawan bicara kita. Tingkatan berbahasa tersebut tidak membedakan kela
sosial penggunanya. Meskipun demikian, dalam masyarakat Jawa sering dikenal
pembagian golongan menjadi priyayi hingga kaum rendahan (dilihat dari sisi
kedudukannya dalam masyarakat), selain itu dikenal pula kaum abangan dan kaum
santri (dilihat dari sisi keagamaan), tiap golongan memiliki kosa kata khusus
yang jarang digunakan oleh golongan lain dan tidak dapat dipungkiri bahwa
kata-kata tertentu bisa menggambarkan sistem kepercayaan dan sistem nilai tata
krama penuturnya.
2.
Keterkaitan Bahasa dengan Komunikasi
Bahasa dengan komunikasai sangat
berhubungan. Dalam setiap komunikasi bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu
pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat
atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan,
pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam ini pesan tidak lain
penbawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim
(penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap proses komunikasi bahasa dimulai
dengan si pengirim merimuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu
kerangka gagasan. Proses ini dikenal sebagai istilah semantic encoding.
Ada dua macam komunikasi bahasa,
yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si
pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima.
Misalnya, dealam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah di mesjid
atau gereja, ceramah yang tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah,
secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi
pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan
sebagainya.
ss
Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua
aspek yaitu:
Ø Aspek
linguistik
Ø Aspek
nonlinguistik atau paralinguistik
Kedua aspek itu bekerjasama dalam
membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik mencakup tataran fonologis,
morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan
disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea tau
konsep). Aspek paralinguistik mencakup:
Ø Kualitas
ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi), staccato
(suara terputus-putus), dan sebagainya.
Ø Unsur supra
segmental, yaitu tekanan (stress), nada (pitch), dan intonasi.
Ø Jarak dan
gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan,anggukan kepala, dan sebagainya.
Ø Rabaan,
yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).
Aspek linguistik dan paralinguistik
berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi
membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.
3. Pengaruh
bahasa dalam Ragam kelas Sosial
Perkembangan bahasa yang searah
dengan perkembangan kehidupan manusia di abad modern menunjukkan fenomena yang
berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat pergaulan
tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa seperti jargon dan argot.
Jargon
Dalam “Thesaurus: Oxford Thesaurus of English” oleh
Maurice Waite (2004) dinyatakan bahwa jargon adalah bahasa khas, teknis, idiom
tertentu, selanga dan lain sebagainya yaitu “specialized language, technical
language, slang, cant, idiom, argot, patter, patois, vernacular, computerese,
legalese, bureaucratese, journalese, psychobabble, unintelligible language,
obscure language, gobbledegook, gibberish, double Dutch”.
Menurut “The Oxford Companion to the
English Language” oleh Tom McArthur (1996) istilah jargon ini muncul pada abad
ke-14 yang merupakan istilah Bahasa Inggris Abad Pertengahan (Midle English)
yaitu ”iargo(u)n”, “gargoun”, “girgoun” yang berarti kicauan, nyanyian
burung-burung, pembicaraan yang tidak bermakna, merepet /membual ata mericau.
Jargon ini juga terdapat dalam
istilah Bahasa Perancis yaitu “jargoun”, “gargon” dan “gergon”. Kemungkinan
makna asalnya yaitu bunyi “echo” dan merupakan istilah umum yang seringkali
mengacu kepada bahasa asing pedalaman yang bermacam-macam. Hal itu dapat
ditemukan dalam ucapan yang dirasakan sebagai merepet atau ucapan-ucapan kosong
(mumbo jumbo), slang, bahasa pidgin atau bahasa khas dalam perdagangan, profesi
atau kelompok lainnya.
Namun demikian, istilah ini juga
sering dihubungkaitkan dengan ilmu tertentu seperti hukum dan
perundang-undangan, kedokteran dan ilmu pengetahuan yang merupakan jargon
teknis maupun jargon saintifik.
Bagi kelompok yang tidak
professional maupun tidak berprofesi, penggunaan bahasanya dinilai penuh dengan
istilah maupun kalimat yang tidak seperti bahasa umumnya sehingga sulit
dipahami oleh orang kebanyakan. Namun bagi anggota kelompok professional
tersebut, penggunaan istilah itu sangat akrab dan mencapai matlamat yang
sesungguhnya. Karena faktor kemudahan dan keakrabannya inilah, jargon dapat
menggungkapkan teknis dan gaya yang menjadi ciri khas dalam kelompok tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Mata Kuliah
Sosiolinguistik, Universitas Pendidikan Indonesia Alwasiah, A Chaedar. 1985.
Sosiologi Bahasa. Bandung:Angkasa
Badudu,
J.S.1989. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar. Jakarta: PT. Gramedia
Pateda, Mansyur.1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa
Chaer,
Abdul. 1980. Sosiolinguistik :Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta
Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Balai Pustaka.
Sumarsono
& Partana, Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar